Al-Quran S.49 Al-Hujurat
9-10
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى
فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ(9)إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ
أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (الحجرات 9-10)
”Dan jika ada dua golongan dari
orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang
berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika
golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil. 49:10. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah
bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat”(S.49 Al-Hujurat 9-10).
Tema&sari tilawah
Jika orang Islam berkelahi
dengan orang Islam wajib didamaikan.
Jika ada yang membelot tetap nekad melawan harus
dselesaikan dengan tegas sampai yang bersangkutan suka kembali kepada Hukum
Allah.
Jika mereka suka kembali
kepada hukum Allah, maka hukum wajib diterapkan
benar-benar adil dan adil itu
disenangi Allah.
Orang beriman itu persis
saudara, harus menegakkan keadilan terhadap sesama saudaranya, nanti pasti
dirahmati Allah.
Masalah dan analisa jawaban
Bagaimana jika masing-masing pihak yang bersengketa itu
mempunyai alasan hukum?Jawaban hipotetis: Alasan hukuum harus diteliti dengan
sangat teliti sangat jeli, mana yang benar dan lebih afdhol.
Bagaimana jika suasana sangat gawat dan
genting sekali? Jawaban hipotetis: Pimpinan harus memberi putusan dengan
bijaksana, cepat dan benar serta adil.
Bagaimana analisa dari berbagai macam
sudut terhadap peristiwa Perang Jamal
dan Perang Shiffin tahun 35H=656M? Jawaban hipotetis : Perdamaian
Mu’awiyah dengan Ali bin Abi Thalib
sudah bagus , tetapi dirusak oleh pihak
Mu’awiyah.
Pendalaman dan penelitian
BAB SATU
Adu argumen dan
dalil
Masalah ke-1: Bagaimana
jika masing-masing pihak mempunyai
alasan hukum?Jawaban hipotetis: Alasan harus diteliti dengan sangat teliti dan
jeli, mana yang benar dan lebih afdhol.
Metode
penilaian dalil yang cukup teliti
dan agak mendalam khususnya terhadap dalil Al-Quran dan hadis, yaitu:
Dasar utama Istidlal (menilai
dalil) ialah: Al-Quran dan Hadis (Hadits
maqbul, shahih lidzatihi/li ghairihi, Hasan lidzatihi /lighairihi).
Ijtihad atau penelitian harus
dilakukan dengan sungguh-sungguh dan
istinbath atau mendalami dasar hukum ialah: (a) Ada ‘Illat atau tanda-tanda dan
tidak memasuki perkara ta’abbudi(masalah ibadah). (b)Masalahnya memang tidak
jelas dalam nas Al-Quran dan hadis. © Sedangkan putusannya sangat dibutuhkan
umat.
Keputusan tarjih
memperbandingkan dalil ditetapkan dengan sistem ijtihad Jama’i artinya oleh
sejumlah ulama secara jama’ah dari berbagai macam disiplin ilmu dan spesialis
ahli dalam jurusannya.
Pendapat para ulama dan imam
madzhab menjadi bahan pertimbangan penetapan hukum sepanjang sesuai dengan jiwa
Al-Quran dan hadis dan dipilih yang paling kuat landasannya.
Keputusan harus bersifat toleran dan terbuka, artinya bisa
dikritik dan diteliti kembali.
Keputusan badan pertimbangan (Tarjih) didasarkan atas dalil
yang paling kuat dan bisa dikoreksi lagi berdasarkan dalil yang lebih kuat
lagi.
Dalam bidang akidah dasarnya
adalah dalil yang qath’i, muhkam.
Ijma’ yang paling kuat ialah
ijma’ shahabat, berkurang-berkurang pada generasi demi generas sesudahnya.
Jika terjadi kemusykilan atau
pertentangan dalil maka ditempuh cara Al-Jam’u wat-Taufiq, yaitu
i) Mengkompromikan(طَرْيقَةُ الْجَمْعِ)
ii) Sorotan dengan jalan
Nasihk-wal mansukh, yang belakangan menghapus yang duluan(طَرِيْقَةُ
النَّسْخِ);
iii) Tarjih memilih
yang lebh kuat(طَرِيْقَةُ التَّرْجِيْحِ);
iv).Ta`wil dipilih inti sarinya(تأوِيْل) yang
tersirat.
V) Jika sudah tidak ada jalan
maka dibekukan di-Tawaqquf-kan تَوَقُّفْ)).
10.Asas Saddu dz-dzari’ah (سَدُّ الذَّرِيْعَةِ)
digunakan untuk menghindari fitnah dan mafsadah khususnya dalam masalah akidah.
11.Ikhtiyar menetapkan ‘Illat (tanda-tanda) untuk pengembangan hukum dikoreksi
dan dikontrol melalui tujuan Syari’ah ..............
مَقَاصِدُ
الشَّرِيْعَةِ)), yaitu (a) Pelestarian kemurnian akidah; (b)Jaminan
keselamatan jiwa; © Jaminan kesehatan
akal-pikiran; (d) Pelestarian nasab anak keturunan; (e)Jaminan hak pemilikan
atas harta. Nomer a s/d e ini dicakup dalam ungkapan ((دَرْءُالْمَفَاسِد
وَجَلْبُ اْلمَصَالِحِ)) artinya menjauhi bahaya dan menarik
maslahah&keuntungan.
12.Cara menggunakan dalil
dilakukan dengan paduan 3 cara: (1) Komprehensip; (2) Utuh; (3) Bulat dan tidak
terpisah dengan mengamati seluruh dalil Al-Quran dan hadis (termasuk penjelasan
oleh sahabat) diteliti ada tidaknya Takhshish,Taqyid atau Bayan
(اَلتَّخْصِيْصُ-اَلتَّقْيِيْدُ - اَلْبَيَانُ)
13.Dalil yang bersifat ‘Am (اَلْعَامُ) dapat diamalkan setelah memperhatikan ada
tidaknya Takhshish (الَتَّخْصِيْصُ)
kekhususan dan untuk masalah akidah Takhshish-nya harus bernilai
Mutawatir-sangat kuat sekali (مُتَوَاتِرُ)
Pengamalan agama didasarkan
atas prinsip “Kemudahan” (اَلتَّيْسِيْرُ)
mengikuti dan meneladani apa yang memang benar-benar dilakukan oleh Rasulullah
Sawألْاِتِّبَاعُ وَالْاِقْتِدَاءُ))
Penggunaan akal terhadap
masalah ibadah itu dimungklinkan sepanjang adanya data latar belakang dan
tujuannya yang tidak bersifat ibadah mahdhah.
Prinsip mendahulukan wahyu
dari pada akal-dilakukan secara luwes, kenyal dan lentur sepanjang tidak
bertentangan dengan tujuan Syari’ah.
Bidang keduniaan
(اَلْاُمُوْرُ الدُّنْيَاوِيَّةُ)bukan tugas para nabi, sehingga
penggunaan akal sangat diperlukan untuk kemaslahatan umat.
Untuk memahami lafal musytarak
(اَلْمُشْتَرَكُ) yang mengandung arti
lebih dari satu arti maka pendapat sahabat dapat diterima.
Dalil yang bersifat Zhahir اَلظَّاهِرُ)) =tersurat didahulukan dari pada Ta’wil (اَلتَّأوِيْلُ) yang tersirat
Tehadap lafal Musytarak(اَلْمُشْتَرَكُ) yang mengandung makna yang jumbuh atau
pertentangan maka diteliti dan dipecahkan melalui sistem Ijtihad dan Tarjih (اِجْتِهَادٌ بَيَانِيٌ).
Menyeberangkan hukum dari nas
yang sudah ada------- (اِجِتِهَادٌ قِيَاسِيٌ)))
atas perkara yang baru didasarkan pada
nas jika ada ’Illat-nya dengan 3 syarat, yaitu:
a)Soalnya bukan urusan ibadah
semata-mata =mahdlah. b)Tidak ditemukan nas yang jelas (sharih). c)Ketentuannya sangat diperlukan. d)
Ditemukan ‘illat yang sama.
22.Terhadap masalah yang belum
diketemukan dalil nas yang bisa
ditempuh, maka dilakukan ijtihad
istishlahi ( (اِجْتِهَادٌ اِسْتِصْلَاحِيٌ
dengan syarat;
a) Tidak tercakup dalam kandungan nas yang
jelas (sharih);
b) Tidak diketemukan ‘illat
(tanda) yang cocok;
c) Dasar landasannya ialah kemaslahatan
umat.
d) Tidak menyimpang.
23.Hadits mauquf (ucapan
sahabat)tidak dapat dijadikan hujjah.
24.Hadits mauquf yang dinilai
sebagai marfu’ hukmi (مَرْفُوْعُ
الْحُكْمِ) dapat dijadikan hujjah.
25.Hadis Mursal-shahabi (مُرْسَلُ الصَّحَابِيّ) dapat dijadikan
hujjah jika terdapat qarinah atau indikasi yang membuktikannya sebagai
bersambung=Muttashil مُتَّصِلٌ))
26.Hadis Mursal Tabi’i tidak dapat dijadikan hujjah.
27.Hadis Dha’if
tidak dapat dijadikan hujjah kecuali tertutup dengan 3 syarat, yaitu:
a)
Banyak jalan sanadnya;
b) Ada indikasi قَرِيْنَةُ))
bahwa memang bisa dijadikan hujjah.
c) Tidak bertentangan dengan Al-Quran dan
hadis
28.Jarah اَلْجَرْحُ) ) didahulukan dari pada Ta’dil(اَلتَّعْدِيْلُ).
29.Seorang mudallis (اَلْمُدَلِّسُ) suka menambah-nambah, dapat diterima jika
yang bersangkutan tidak melanggar hukum agama dan ada indikasi hadisnya
Muttashil.
No.1 sampai no. 29 harus dilakukan
oleh mereka yang menguasai Ilmu Hukum
Islam cukup mendalam.
BAB DUA
Ujian terhadap
pimpinan
Masalah ke-2:Bagaimana jika suasana
sangat gawat dan genting sekali? Jawaban hipotetis, Pimpinan harus memberi
putusan dengan bijaksana, tegas, cepat dan adil serta benar.
~ Pemimpin yang baik
ialah yang dicintai rakyat
Pemimpin yang
baik ialah yang dicintai orang banyak, Rasul Saw bersabda:
عَنْ
عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ
وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ
الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا
أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلَاتِكُمْ شَيْئًا
تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ ( رواه مسلم
3447)
“Dari 'Auf bin Malik dari Rasulullah Saw,
beliau bersabda: "Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang yang mereka
mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian dan
kalian mendo'akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang
membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian
mengutuk mereka." Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah kita
memerangi mereka?" maka beliau bersabda: "Tidak, selagi mereka mendirikan
shalat bersama kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang
tidak baik maka bencilah tindakannya, dan janganlah kalian melepas dari
ketaatan kepada mereka”(HR Muslim no.3447).
~ Pemimpin itu dipilih bukan
diminta
Pemimpin yang menjabat
karena dipilih maka dia akan mendapat bantuan orang banyak, tetapi jika dia
minta dipilih maka tanggung jawab akan
dipikul sendiri, Rasulullah Saw bersabda:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ
سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ
وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا
وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ
عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ(رواه البخاري 6132 ومسلم 3120)
“Telah menceritakan kepada
kita Abdurrahman bin Samurah mengatakan, Nabi Saw bersabda: "Wahai
Abdurrahman bin Samurah, Janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika engkau
diberi (jabatan) karena meminta, kamu akan diterlantarkan, dan jika kamu diberi
dengan tidak meminta, kamu akan ditolong, dan jika kamu melakukan sumpah,
kemudian kamu melihat suatu yang lebih baik, bayarlah kaffarat sumpahmu dan lakukanlah
yang lebih baik"(HR Bukhari no.6132 dan Muslim 3120).
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ
سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ
وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا
وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ
عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْ
Sebagian dari syarat pimpinan ialah harus adil dan tidak
memuja hawa nafsu; Allah berfirman kepada
Nabi Dawud, seorang nabi sekaligus menjadi Kepala Negara:
يَادَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي
الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى
فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ(
ص26)
(penguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”(S.38 Shad 26).
Ukuran adil ialah semua keputusan
yang dibuatnya dapat memuaskan semua pihak, jika memberi keputusan kepada
orang yang bermusuhan maka keputusannya dapat memuaskan kepada pihak yang
sedang bermusuhan.
BAB TIGA
Benih-benih madzhab Syi’ah dan
semua aliran
Masalah ke-3: Bagaimana analisa
menyeluruh terhadap peristiwa Perang
Jamal dan Perang Shiffin tahun 35H=656M? Jawaban hipotetis: Perdamaian
Mu’awiyah dengan Ali bin Abi Thalib
sudah bagus , tetapi dirusak oleh pihak
Mu’awiyah.
Study kasus
Pada tanggal 25 Juli 656M =1 Shafar 35H
kira-kira ribuan tahun yang lalu meletuslah perang saudara sesama umat Islam
bahkan para sahabat Nabi Saw banyak yang terlibat dalam perang ini. Perang
saudara antara Mu’awiyah Gubernur Syam bersama dengan komandan pasukannya bernama
‘Amru bin ‘Ash berkekuatan 120 000 personil melawan Khalifah ’Ali bin
Abi Thalib dengan komandan Malik bin
Asytar an-Nakha’i dengan kekuatan 90.000
pasukan. Ketika Mu’awiyah hampir kalah
segera ’Amru bin ‘Ash dari pihak Mu’awiyah minta damai dengan mengacungkan
Al-Quran di atas tombak. Kemudian perang berhenti setelah beribu-ribu tentara
Mu’awiyah menjadi korban dan pihak Ali bin Ab Thalib juga beribu-ribu
tentara meninggal.
@
Asal mula terjadinya perang saudara
Tercatat dalam sejarah bahwa dalang peristwa Perang Shiffin perang
orang Islam melawan orang Islam ini
dimotori oleh ’Abdullah bin Saba`
tokoh kaum munafiqun dengan gencar menyebarkan berita bohong membuat
fitnah yang menjelek-jelekkan khalifah Usman, kemudian ’Abdullah bin
Saba` berusaha membujuk Sayidina Ali bin Abi Thalib untuk merebut kursi
khalifah dari khalifah Usman, tetapi Sayidina Ali menolaknya bahkan mengancam bunuh kepada kaum munafik ini
tetapi ’Abdullah bin Saba` berhasil melarikan
diri ke Mesir. Maka di Mesir ’Abdullah bin Saba` tidak tinggal diam,
bahkan dia sebarkan lagi fitnah terhadap khalifah Usman lebih hebat lagi sehingga berhasil
menggerakkan massa memberangkatkan
serombongan orang-orang yang termakan provokasinya, mereka bergerak ke ibu
kota menyerang khalifah yang akhirnya membunuh khalifah Usman bin ’Affan
dengan sadis.
Muhammad putera Abu Bakar (Anak angkat ’Ali bin Abi Thalib)
telah terjebak oleh provokasi itu lalu ikut rombongan ’Abdullah bin Saba` untuk
membunuh khalifah Usman; Sebelum terbunuh Khalifah Usman sudah memperingatkan kepada Muhammad bin Abu Bakar
ini jangan ikut-ikutan kelompok perusuh
itu, lalu dia mundur tetapi orang yang
sudah terbujuk provokasi lalu segera
menerobos maju untuk membunuh khalfah
Usman;Sebagian riwayat mencatat bahwa yang membunuh Kalifah Usman itu
ialah Jabalah bin Ayham orang dari
Mesir(*1).
Adz-Dzahabi menulis bahwa waktu itu Usman
sempat berkata kepada Muhammad bin Abu Bakar yang sudah menarik paksa jenggot
Khalifah Usman ”Lepaskanlah jenggotku ini” kata Usman tetapi
Malik Asytar an-Nakha’i cepat-cepat menusuk Usman dengan senjatanya dan
menyerang orang-orang lainnya(*2).
Penulis lain mengatakan hal yang senada bahwa rombongan yang dari Kufah menyerang Usman dan
membunuhnya(*3)
Ibnu Hajar mengatakan bahwa ‘Aisyah pada
waktu perang Jamal tidak lama sesudah terbunuhnya khalifah Usman berkata
kepada Muhammad bin Abu Bakar
(saudaranya) itu “Allah akan membakar kamu dengan api neraka di dunia dan
akhirat.
))
أَحْرَقَكَ اللهُ بِالنَّارِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ((*4).
Dapat ditambahkan disini bahwa
Abu Laila al-Kindi ikut menyaksikan
peristiwa khalifah dikepung rombongan
Asytar an-Nakha’i itu beliau sempat membacakan kepada mereka peringatan
Allah dalam Al-Quran S.11 Hud 89:
وَيَا قَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي أَنْ
يُصِيبَكُمْ مِثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ أَوْ قَوْمَ هُودٍ أَوْ قَوْمَ
صَالِحٍ وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيدٍ( هود89) ( يَا قَوْمِ لا تَقْتُلُونِي(
”Hai kaumku, janganlah hendaknya
pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga
kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh,
sedang kaum Lut tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu”(S.11Hud 89) Wahai
kaumku janganlah kalian membunuh aku!!! (*5)
Menurut catatan Na’im bin Hammad
bahwa ada tambahan ucapan Usman sebelum
dibunuh beliau berkata bahwa hanya ada 3 orang yang boleh dibunuh itu yaitu
orang yang murtad kaifir sesudah
beriman, pezina muhshan pezina orang yang sudah kawin dan pembunuh nyawa tanpa dosa” (*6).
Penulis Ath-Thabaqatul Kubra
mencatat bahwa Sa’ad bin Abi Waqqasy menyaksikan waktu khalifah Usman dikepung musuh beliau, maka
Sa’ad melihat ‘Abdurrahman bin ’Addis,
Asytar an-Nakha’i, Hakim bin Jabalah saling berjabat tangan sambil Istirja`
(ucapan Inna lillah) (*7).
@Wafat Usman bin ‘Affan
Ibnu Sa’ad mencatat bahwa saat akan
dibunuh itu Usman berkata “Lebih baik
dipotong leherku dari pada meletakkan jabatan khalifah”-Maka Muhammad bin Abu
Bakar (rombongannya ada 13 orang) lalu
menyambar jenggot beliau, beliau berkata: Lepaskan jenggotku!!! Tetapi akhirnya
dibunuh juga oleh mereka(*8). Kiranya perlu diingat bahwa dalam waktu yang sangat
tegang ini Usman ditunggui oleh Nailah isteri beliau. Usman disergap oleh
Muhammad bin Abu Bakar, Kinanah bin Bisyr bin ’Itab, Saudan bin Hamran,
’Amr ibnul Hamqi, tepat waktu
Usman sedang membaca Al-Quran surat Al-Baqarah. Saat Muhammad menarik jenggot itu Usman dia
berkata-:”Wahai si rambut tebal dan macam-macam, Usman mengatakan: “Aku ini
hamba Allah Amirul Mu`minin”, maka langsung Muhammad bin Abu Bakar
beramai-ramai dengan rombongannya menyiksa Usman mengakhiri belaiu dengan senjatanya, sehingga
beliau wafat.
.
Di halaman berikutnya Ibnu Sa’ad mencatat bahwa Kinanah bin Bisyr yang menghantam muka bagian atas Usman, dihantamnya dengan potongan besi sehingga wafat. Segera ’Amr ibnul Hamqi melangkahi tubuh beliau dan duduk diatas dada beliau dengan penuh hinaan, lalu menikamnya dengan 9 tikaman dan tercatat bahwa saat itu Khalifah Usman sedang membaca
Di halaman berikutnya Ibnu Sa’ad mencatat bahwa Kinanah bin Bisyr yang menghantam muka bagian atas Usman, dihantamnya dengan potongan besi sehingga wafat. Segera ’Amr ibnul Hamqi melangkahi tubuh beliau dan duduk diatas dada beliau dengan penuh hinaan, lalu menikamnya dengan 9 tikaman dan tercatat bahwa saat itu Khalifah Usman sedang membaca
بِسْمِ اللهِ تَوَكَلْتُ عَلَى
اللهِ maka darah mengalir ke
jenggot dan Mushaf Al-Quran yang sedang dipegang di tangan beliau yang pas tepat
membacanya sampai S.2 Al-Baqarah 137 pada lafal
(فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ) Khalifah Usman bin ‘Affan lalu wafat (*9).
Khalifah Usman wafat waktu ‘Ashar dan setelah berhasil membunuh beliau
mereka beramai-ramai merampok harta Usman bin ‘Affan, sehingga Nailah isteri
Usman berteriak: Rampok-rampok!!! Demi Allah!!! Kamu membunuh hamba Allah yang sedang puasa,
shalat ‘Ashar, membaca Al-Quran wahai musuh Allah!!! Kemudian mereka lari
sambil menutup pintu.
Kita catat bahwa Usman dlantik menjadi
khalifah tg. 1 Muharram 24 H lalu
terbunuh pada hari Jum’at habis shalat ’Ashar tgl. 12 Dzulhijjah 36 H
dimakamkan malem Sabtu setelah Maghrib di pemakaman Bani Umayyah; Beliau
menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun kurang 12 hari dalam usia 82 tahun
(riwayat lain mengatakan 75 tahun).
Dari Kitab Sumthun Nujumi tercatat bahwa Muhammad ibnul Hanafiyah setelah
terbunuhnya Khalifah Usman dia
menyatakan bahwa hari Sabtu tanggal 19
Dzulhijjah 36H 7 hari setelah khalifah
Usman wafat maka orang banyak mengangkat
sayidina ‘Ali r.a. menjadi khalifah
dibai’at di Masjid oleh warga Basrah, Yaman, Madinah, kaum Muhajirin dan
Anshar.
Perang Jamal
Siapakah
keluarga yang tidak tersentak darahnya siapa yang kuat menahan marahnya
mendengar keluarga dekatnya dibunuh dengan kejam sekali. Maka Mu’awiyah yang
memang memiliki Hak tebusan DAM, menuntut
segera dilaksanakan Hukum Qishash
terhadap pembunuh Khalifah Usman. Para sahabat-pun juga tidak rela
Khalifah Usman dibunuh oleh kaum perusuh itu.
Maka ’Aisyah, Thalhah dan Zubair dengan alasan yang sama dengan Mu’awiyah menuntut agar supaya pembunuh khalifah Usman segera dhukum
qishash.
Tetapi khalifah Ali bin Abi Thalib
mengundur-undur waktu mencari situasi yang aman sampai penyidikan berhasil
meyakinkan siapa yang membunuh Khalifah Usman.
Adu kekuatan kemarahan yang memuncak berhadapan dengan maksud kehendak
Ali r.a. menunggu keamanan; Antara segera dilakasanakan Hukum Qishash dengan
mengundurkan waktunya inilah yang menyalakan api Perang-Jamal.
Kemudian pecahlah Perang
sengit antara ‘Aisyah, Thalhah dan Zubair melawan Sayidina Ali bin Abi Thalib.
Tercatat pula bahwa pada malam hari sesudah situasi memuncak, maka kaum munafiquun menyelinap ke dalam barisan sahabat
Thalhah ra. dan Zubair ra. Lalu menyerang secara mendadak dari dalam kubu
Thalhah-Zubair. Karena serangan mendadak ini maka kubu Thalhah ra. dan
Zubair ra. balas menyerang ke pasukan Ali bin Abi Thalib ra dan perang besar
pun tak terhindarkan. Perang ini disebut Perang Jamal dan berakhir dengan
kemenangan Ali bin Abi Thalib ra. dan gugurlah Thalhah dan Zubair. wafatlah 2
orang sahabat yang dijamin masuk surga yaitu Thalhah ra. dan Zubair ra.
Kitab Wafayatul A’yan mencatat bahwa dalam perang Jamal ini Thalhah
bertemu Asytar an-Nakha’i dia tidak
memukul apa-apa tetapi Asytar musuhnya memukul Thalhah 6-7 kali hantaman lalu
melemparkan Thalhah ke lobangan (*10).
Kitab Adhwa ul Bayan menulis
senada dengan catatan di atas ada 5 nama yang diduga membunuh Thalhah saat
Perang Jamal, maka Bukhari mencatat nama
Syuraih bin Abil Aufa, ulama lain mencatat Al-Asytar An-Nakha’i, ‘Isham bin
Maqasy’r. Mudlaj bin Ka’ab dan Ka’ab bin
Mudlaj(*11).
Dalam
Perang Jamal tersebut Sayidna
’Ali bin Ab Thalib dikawal oleh ’Ammar bin Yasir, Muhammad bin Abu Bakar, Maisarah Husain bin
’Ali, Abdullah bin ‘Abbas, bendera dipanggul oleh Muhammad ibnul Hanafiyah.
Korban yang meninggal pada
Perang Jamal di pihak ’Ali ada 130 orang
bahkan disebut-sebut ada 700 sahabat.
Dari Perang Jamal ditambah
dengan Perang Shiffin
Imam Bukhari mencatat bahwa
jarak antara Perang Jamal dengan Perang Shiffin ada 2-3 bulan, yang menjadi
korban ialah ‘Ammar, Hasyim bin ‘Utbah,
‘Abidullah bin Umar bin Khaththab (*12)
Awalnya Khalifah Ali bin Abi Thalib
berhasil mengadakan perjanjian perdamaian dengan ’Aisyah
bahwa Khalifah ’Ali bin Abi
Thalib akan melaksanakan hukum Qishash yang dituntutnya, Tetapi tiba-tiba dalam waktu yang tidak terlalu lama datanglah
tentara Mu’awiyah dengan kekuatan besar
menuntut hak DAM (tebusan darah) Khalifah Usman agar pelaksanaan Hukum Qishash atas pembunuh beliau segera
dilakaksanakan (Memang Mu’awiyah adalah
pemilik Hak-Dam=tebusan darah atas terbunuhnya khalifah Usman). Suasana
ketegangan tiba-tiba memuncak maka meletuslah Perang Shiffin. Awalnya Sayidina
Ali r.a. berusaha jangan sampai timbul
pertumpahan darah, tetapi sayang Ali bin
Abi Thalib sudah tidak mampu mengendalikan situasi dan kondisi sehingga
pecah
Perang Besar Shiffin.
Astaghfirullahal ’Azhim.......................Na’udzu billah min Dzalika.
Kitab Simthun Nujum mencatat bahwa dalam
perang ini ’Ali bin Abi Thalib membawa pengawal 4000 pasukan, Al-Hasan dengan
7560 pasukan termasuk Asytar an-Nakha’i,
lalu Al-Hasan dan ’Ammar membawa pasukan 10.000 personil (*13). Kitab
Al’Ibar fi Khabari Man Ghabar mencatat bahwa pasukan Mu’awiyah berjumlah 70.000 personil, termasuk ‘Amru bin ‘Ash
dengan ‘Abdullah anaknya Nu’man bin Basyir, Maslamah bin Makhlad, Abu Ghadiyah
al-Juhani dengan pasukan yang sangat
banyak dan mereka inilah yang membunuh ‘Ammar
tokoh tentara ‘Ali (14*)
@ Perdamaian atau TAHKIM
Pada tanggal 7 Shafar 35H di
tengah gencar-gencarnya serangan oleh pihak ‘Ali bin Abi Thalib tiba-tiba pihak
Mu’awiyah mengangkat Al-Quran atas usul politikus ‘Amru bin ‘Ash tanda meminta
damai berdasarkan Al-Quran lalu disambut oleh Sayidina Ali r.a. dengan mencari penyelesaian (Tahkim)
berdasarkan Al-Quran.
Maka suatu hari dalam bulan
Ramadhan bertemulah Abu Musa al-Asy’ari wakil pihak ‘Ali bin Abi Thalib dengan
‘Amru bin ‘Ash wakil dari Mu’awiyah di Daumatul Jandal untuk berunding.
Kedua perunding menyetujui dua
syarat perdamaian, yaitu:
Mu’awiyah diturunkan dari
jabatan sebagai gubernur Damaskus dan ‘Ali bin Abi Thalib diturunkan dari kursi
Khalifah.
Setelah itu dilakukan
Pemilihan Umum (PEMILU) bersama-sama memililh khalifah.
Tetapi ‘Amru bin ’Ash main politik dengan
kecerdikannya terhadap kesepakatan sebelumnya untuk mema’zulkan Mu’awiyah dan
Sayidina ‘Ali r.a
Pada upacara pemakzulan ’Ali dan
Mu’awiyah diturunkan dari jabatanannya, maka’Amru bin ’Ash mempersilahkan Abu
Musa al-Asy’ari lebih dahulu menurunkan
’Ali r.a. dari kursi khalifah, tetapi begitu Abu Musa turun dari mimbar ’Amru bin ’Ash segera naik
ke podium dengan mengucapkan pidato yang
seram di sana dia mengucapkan:
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ أَبَا مُوْسَى قَدْ
خَلَعَ عَلِيًّاً كَمَا سَمِعْتُمْ، وَقَدْ وَافَقْتُهُ عَلَى خَلْعِ عَلِيٍّ
وَوَلَّيْتُ مُعَاوِيَةً
Amma Ba’du, sungguh Abu Musa
benar-benar sudah menurunkan ’Ali dari kursi khalifah sebagaimana kalian
dengarkan, maka aku sangat setuju pemakzulan ’Ali itu dan (dengan ini) aku
nobatkan Mu’awiyah menjadi khalifah sekarang!!!
Maka serentak
pendukung Ali r.a. sangat marah namun apa mau dikata..... Akhirnya
mereka kembali ke Kufah, jelasnya pihak
khalifah ‘Ali kalah.
Karena kemarahan yang luar biasa maka
12 000 tentara’Ali bin Abi Thalib keluar dari kesatuan pasukan Ali bin Abi
Thalib mereka dinamakan kaum Khawarij yang dahulunya adalah pendukung ’Ali r.a.
yang sangat fanatik mendadak kontan
berbalik 180 derajat sesumbar bahwa semua yang terlibat dalam perdamaian
(Tahkim) hukumnya adalah KAFIR, wajib
dibunuh.
Ternyata benar sesumbar mereka maka Ali bin
Abi Thalib mereka bunuh dan wafat tg.17 Ramadhan 40 H; pembunuhan dilakukan
oleh Abdurrahman bin Muljam, sedangkan Mu’awiyah selamat dari rencana
pembunuhan mereka.
@Timbulnya madzhab dan aliran
pikiran
Dari proses pembunuhan khalifah
Usman sampai perang Jamal dan perang Shiffin
lalu diakhiri dengan perjanjian perdamaian ”Tahkim” yang dirusak oleh
politikus ’Amru bin ’Ash inilah kemudian muncul berbagai macam faham aliran di
kalangan Islam baik dalam bidang hukum
sampai bidang akidah.
~~ Mula-mula timbul persoalan dosa besar bahwa orang Islam membunuh orang Islam adalah
berdosa besar, berkembang ke masalah ampunan Allah apakah orang yang berdosa
besar itu akan dapat menerima ampunan Allah apakah tidak, lalu orang yang berdosa besar itu masuk ke dalam
neraka apakah abadi ataukah mungkin mendapat keringanan dari Allah keluar dari
neraka ataukah tidak mungkin.
~~ Dari masalah bunuh membunuh
timbul masalah hukum qishash, jika yang membunuh itu jumlahnya banyak
bagaimana hukum qishash
dilaksnakan kepada satu orang ataukah seluruh rombongan dihukum mati.
~~ Selanjutnya timbul berbagai
aliran pemikiran terhadap berbagai macam persoalan akidah, hukum, akhlak, sosial,
politik sampai masalah filsafat.
Prof.DR.Harun Nasution mencatat macam-macam aliran-madzhab sesudah khalifah Usman dan Sayidna ’Ali bin
Abi Thalib, yaitu:
~~Bidang Politik: Syi’ah,
Khawarij, Sunni;
~~Bidang Tasawuf: Syi’ah ,
Sunni;
~~Bidang Teologi: Khawarij,
Murjiah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidi;
~~Bidang Ibadah: Maliki,
Hanafi, Syafi’i, Hanbali;
~~Bidang Hukum: Malik, Hanafi,
Syafi’i, Hanbali;
~~Bidang falsafah:
Tradisional, Liberal;
~~Bdang pembaharuan:
Tradisional, Progressf; dst.
Selanjutnya Prof.Harun Nasuton memberikan
pandangan bahwa selama mereka masih berpegang teguh kepada Al-Quran dan Hadis
khususnya yang nilainya Qath’iyyud-Dalalah atau Muhkam maka Insya Allah semua masih berjalan di Jalan
Raya Shirathal-Mustaqim, sedangkan dalam
hal masalah Zhanniyyud-Dalalah (Mutasyabih) dimungkinkan minat-kecenderungan
masing-masing berjalan di jalur yang mana saja Insya Allah tidak keluar dari
Islam(15*) Demikian juga
pendapat Prof Muhammad Yusuf Musa maupun
Prof. Abu Zahrah.
~~ Kaum Khawarij, berpendapat bahwa berdasarkan
Al-Quran S.5 Al-Maidah 45 barang siapa tidak memegang teguh hukum Allah dia
adalah kafir. Maka mereka yang terlibat dalam perjanjian perdamaian Tahkim
adalah kafir wajib dibunuh. Disebabkan fahamnya yang terlalu keras,
fanatik, sempit sampai berpandangan
bahwa yang tidak mau hijrah ke kampung kelompoknya adalah kafir, maka Khawarij
pecah dan terus pecah. Kitab Al-Milal wan Nihal mengatakan ada 18 macam,
menurut kitab Al-Farqu bainal firaq ada 20 macam sekte.
~~Murji`ah, berpendapat bahwa
orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka, terserah
kepada Allah.
~~Mu’tazilah berpendapat bahwa
orang yang berdosa besar itu kelak akan menempati Manzilah bainal manzilatain
(S.7 Al-A’raf 46) tengah-tengah tidak di
surga tidak di neraka. Dan berdasarkan Al-Quran S18 Al-Kahfi 29 maka kaum Mu’tazilah
berpendapat bahwa manusia itu dapat menentukan nasibnya sendiri, maka terserah
mau beriman atau ingin menjadi orang kafir. Ajaran Madzhab Mu’tazilah pernah
menjadi doktrin resmi negara dinasti Abbasiyah terutama jamannya Al-Ma`mun
sampai Al-Watsiq (817-847M) dan Imam
Ahmad bin Hanbal dimasukkan ke dalam
penjara karena dituduh melawan faham
Mu’tazilah.
~~Qadariyah, mengatakan bahwa
manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan diri tidak dipaksa oleh taqdir
Tuhan sebagaimana faham Free will & free act.
~~ Jabariyah berpendapat bahwa berdasarkan Al-Quran S.81
At-Takwir 29 maka manusia itu seluruh gerak-geriknya ditentukan oleh Allah,
sehingga manusia itu tidak memiliki daya apa-apa sama sekali seperti halnya
faham Fatalisme.
~~Aliran Maturidiyah senada dengan Mu’tazilah yang berfaham mirip
dengan kaum Qadariyah (free will&free act) dan tidak berfaham ”Alkasbu”
dari Asy’ariyah bahwa manusia hanya mempunyai andil yang tidak efektif
dalam menetapkan perbuatannya, lebih-lebih faham Jabariyah bahwa manusia itu
dipaksa oleh taqdir Allah, Maturidi tidak demikian. Aliran Maturidiyah sepakat
dengan faham Asy’riyah dalam hal dosa besar bahwa dosa besar tidak
mengakibatkan kafir, imannya tidak copot tetapi terserah kepada Allah di
akhirat nanti.
~~Kaum Asy’ariyah, pengikut
Imam Al-Asy’ari berpendapat tengah-tengah antara Mu’tazilah dengan Jabariyah
bahwa Allah itu mutlak Maha, tetapi juga
Maha Adil sehingga Allah karena adilnya memberikan daya kemampuan kepada manusa untuk menentukan
nasibnya melalui apa yang disebut Al-Kasbu atau
ikhtiar, Al-Kasbu tidak bersifat
mutlak tetapi daya kemampuan itu
pemberian Allah. Golongan Asy’aryah lebih terkenal disebut dengan nama Madzhab
Sunni. Dalam hal dosa besar menurut Asy’ariyah tidak mengeluarkan iman
seseorang menjadi kafitr, karena itu orang tersebut dinamakan fasik, sudah
faham hukum tetapi malah melanggar!!!
MADZHAB SYI’AH
Disebabkan karena kecenderungan
banyak orang kepada keluarga dekat Rasulullah Saw dan ‘Ali bin Abi Thalib menantu Nabi Saw. sebagai
suami Fathimah binti Rasulillah Saw lebih-lebih ‘Ali bin Abi Thalib
memiliki keistimewaan dalam berbagai macam bidang maka timbullah orang banyak yang
kagum dan memandang serba lebih kepada
pribadi ‘Ali bin Abi Thalib.
Ditambah dengan perkembangan sosial
politik pemerintahan Mu’awiyah atau Bani Umayyah sampai Dinasti Abbasiyah pada
jaman itu maka makin keras menambah rasa
fanatik mereka kepada ’Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Dan disebabkan
karena perkembangan sosial-politik maka timbullah 3 golongan, golongan
Mu’awiyah (Jumhur), golongan Ali dan kaum Khawarij.
~~Partai pemerintah Mu’awiyah
membentuk pemerintahan menjadi sistem kerajaan bahwa kepala negara ialah
keturunan dari kepala pemerintahan khususnya Mu’awiyah dan kemudian membentuk pemerintahan Dinasti Bani Umayyah.
~~Syi’ah membentuk aliran yang
menginginkan sistem pemerintahan teokrasi
bahwa kepala negara disebut IMAM,
harus keturunan Nabi Muhammad Saw atau keluarga yang terdekat, dalam hal ini
khususnya Ali bin Abi Thalib dan anak keturunannya, bukan harus dari suku
Quraisy. Sistem ini secara nyata baru
terbentuk pada abad ke-X yaitu pada jaman Daulat Fathmiyah di Mesir tahun
969-1171M dan pemerintahan Iran semenjak 1502M(*16). Golongan Syi’ah tidak mampu mempertahankan
faham metode pemilihan Imam, sebab anak keturunan Fahimah&Ali dimaksud ada
yang meninggal waktu kanak-kanak dan proses alami sekitar itu, akhirnya Madzhab
Syi’ah pecah menjadi Syi’ah- Zaidiyah, Syi’ah-Isma’iliyah dan Syi’ah
Al-Itsna’asyriyah (Yang mengunggulkan Duabelas Imam).
Urutan 12 Imam itu ialah: i)
Ali, ii) Hasan, iii) Husain, iv)Ali Zanul ’Abidin, v)Muhammad al- Baqir, vi)
Ja’fat ash-Shadiq, vii) Musa al-Kazhin, viii) Ali ar-Ridha, ix) Muhammad
al-Jawad, x)Al al-Hadi, xi) Al-Hasan al-’Askari, xii) Muhammad al-Muntazhar.
Ad 1: Syi’ah Zaidiyah
yaitu golongan yang menetapkan Zaid bin
Ali bin Zainul Anidin adalah Imam ke-5,
dengan faham kepercayaan bahwa Nabi Saw tidak menentukan person tertentu tetapi hanya menetapkan sifat-sifat
yang terpuji yang berhak menjadi Imam
dan tidak mengakui Imam-2 sesudahnya;.
Ad 2: Syi’ah Isma’iliyah ialah
mereka yang memilih Isma’il sesudah Ja’far ash-Shadiq menjadi Imam yang ke
7;Dan tidak mengakui Imam-Imam sesudah itu.
Ad 3: Syi’ah Alitsna-’Asyriyah
ialah Syi’ah yang memegang teguh kepemimpinan 12 imam tersebut diatas.
# Disamping ketiga macam ini
masih ada Syi’ah Ghulat yaitu Sy’ah yang ajarannya mengarah kepada ajaran yang
terlalu jauh nyaris menyimpang keluar dari ajaran Islam.
Kaum Syi’ah meneguhkan kepercayaan
madzhabnya kepada hadis Ghadir Khum riwayat Ahmad no906,Turmudzi no.3646)
عَنْ
أَبِي سَرِيحَةَ أَوْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ شَكَّ شُعْبَةُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كُنْتُ مَوْلَاهُ فَعَلِيٌّ مَوْلَاهُ )رواه الترمذي 3646)
”Abu Sarihah atau Zaid bin Arqam -Syu'bah
ragu- dari Nabi Saw bersabda; "Sekiranya aku menjadikan seorang wali
(penolong), maka Ali adalah walinya." ( HR. TIRMIDZI no. 3646, Ahmad no.
2903) .
Menanggapi hadis ini para ulama
menyatakan bahwa hadis ini
diriwayatkan oleh Turmudzi, Ibnu Majah, Ath-Thabrani, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan
Imam Albani menilainya shahih demkian juga As-Suyuthi dalam Quthful Azhar.
menilai rwayat di atas sebagai Mutawatir, namun Bukhari-Muslim tidak memasukkan
hadis itu dalam shahihnya. An-Nihayah fi
Gharibil Hadits (5h228) menyatakan bahwa yang dimaksud wali dalam hadis ini ialah orang yang bertanggung jawab
(*17), bukan menjadi kepala Negara.
@Para ulama menolak hadis
Ghadir Khum di atas sebagai dalil ke –Khalifahan ‘Ali r.a. dan wali seluruh
umat, karena ada hadis lain yang lebih jelas dan lebih tegas menyebut masalah
jabatan “khalifah” yaitu:
عَنْ سَعْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى تَبُوكَ وَاسْتَخْلَفَ عَلِيًّا فَقَالَ
أَتُخَلِّفُنِي فِي الصِّبْيَانِ وَالنِّسَاءِ قَالَ أَلَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ
مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ نَبِيٌّ بَعْدِي
(رواه البخاري 4064 ومسلم 4418)
“Dari Sa'ad bahwa Rasulullah
Saw pernah menugasi Ali bin Abi Thalib untuk menjaga kaum muslimin ketika
terjadi perang Tabuk." Ali berkata; "Ya Rasulullah, mengapa engkau
hanya menugasi saya untuk menjaga kaum wanita dan anak-anak?" Rasulullah
Saw menjawab: "Tidak inginkah kamu hai Ali memperoleh posisi di sisiku
seperti posisi Harun di sisi Musa, padahal sesudahku tidak akan ada nabi
lagi?" (HR Bukhari no.4064 , Muslim no.4418).
Makna Hadis
Kitab An-Nihayah mencatat arti
kata اَلْمَوْلَى –اَلوَلِّي (Al-Maula) atau wali
itu mempunyai 17 arti yaitu:(1) Tuhan, (2)Raja.(3) tuan. (4) Hamba. (5)Pemberi nikmat.(6)Yang diberi
nikmat.(7)Tuan yang memerdeka-kan. (8)
Budak yang dimerdekakan. (9)Penolong .(10)Kekasih. (11)Pengikut.(12)Tetangga.(13)Keponakan.
(14) Yang bersumpah. (15)Orang yang terdekat.(16)Besan.(17) Wali wakil
beperkara(*18) (Lih. An-Nihayah
J5h228; Lisanul Mizan J15h109;Al-Qamusul Muhith h1209.
Maka makna wali dalam hadis tersebut
diatas ialah orang yang bertanggung jawab dan pelaksana. .
Maka makna hadis tersebut bahwa istilah “wali” disittu maksudnya ialah kekasih atau penolong waktu hidup Rasul Saw ; Adapun lafal wali jika diartikan akan menjadi amirul-mu`minin sesudah wafat beliau maka makna begini tidak mengena sebab lafal wali itu ada 17 arti dan tidak membatasinya satu arti menjadi amirul mu`minin.
Maka makna hadis tersebut bahwa istilah “wali” disittu maksudnya ialah kekasih atau penolong waktu hidup Rasul Saw ; Adapun lafal wali jika diartikan akan menjadi amirul-mu`minin sesudah wafat beliau maka makna begini tidak mengena sebab lafal wali itu ada 17 arti dan tidak membatasinya satu arti menjadi amirul mu`minin.
~~Khawarij ialah golongan yang
dulunya pendukung kepemimpinan Ali bin Thalib yang sangat fanatk, berpikir
sederhana, pemberani tidak banyak berpikir: Khawarj tmbul karena kekisruhan
dari terbunuhnya Khalifah Usman, perang Jamal, perang Shiffin, perjanjian
perdamaian yang dirusak oleh politikus ’Amru bin ’Ash maka terbentuklah kelompok yang melawan semua
yang terlibat dalam perjanjian perdamaian (Tahkim) di Daumatuljandal itu.
Mereka meyakini tidak ada hukum kecuali hukum Allah, mereka menuduh semua orang
selain Khawarij adalah kafir, wajib dbunuh; Kepala negara bukan harus dari
keturunan Nabi Saw, tidak harus orang
keturunan suku Quraisy, siapapun
berhak menjadi khalifah atau kepala negara asal memenuhi syaratnya.
AHLUS SUNNAH WALJAMA’AH
Aliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah diawali
oleh keluarnya Abul Hasan al Asy’ari yang lahir th.260H=874M, Al-Asy’ari keluar
dari madzhab Mu’tazilah sesudah menekunni madzhab Mu’tazlah ini selama 40 tahun
dan aktif berjasa besar dalam menyebarkan faham Mu’tazilah. Dispekulasikan
bahwa asal nama Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini dari tulisan Khalifah Al-Ma`mun (813-833M) kepada
aparatnya:
نَسَبُوْا اَنْفُسَهُمْ اِلََي السُّنَّةِ---اَهْلَ
الْحَقِّ وَالدِّيْنِ وَالْجَمَاعَةِ
Artinya: Mereka menasabkan
diri mereka dengan As-SUNNAH ---Ahli kebenaran, agama dan jama’ah(*19).
Jelas yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu ialah
kaum Asy’ariyah dan Maturidi. Perlu dicatat bahwa istilah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah itu bidangnya ialah masalah
akidah (teologi Islam) misalnya seperti soal bahwa Al-Quran itu qadim atau masalah Allah itu dapat dilihat nanti di alam
akhirat apa tidak?.
ANALISA
Beberapa catatan dan tanggapan para
ulama mengenai masalah peristiwa perang Jamal dan perang Shiffin ini, yaitu:
~~Al-Alusi mencatat bahwa semua sahabat itu jujur(‘adalah) kecuali
mereka yang membunuh Sayidina Ali r.a. dan menurut kaum Mu’azilah yang keluar
dari kepemimpinan khalifah Ali r.a. adalah fasik. Sedangkan jumhur ulama
menyatakan bahwa para pembunuh Usman itu jahat sama dengan pezina, maling,
pembohong(*20)
~~ Kitab At-Tarikhush Shaghir
mencatat bahwa ‘Ammar, Hasyim bin ‘Utbah, ‘Abidullah bin Umar bin Khaththab
termasuk yang menjadi korban perang Shiffin
(*21)
~~Kitab Fadhailu Utsman
mencatat bahwa Khalifah Usman terbunuh hari Jum’at tg. 18 Dzulhjjah 35H, kemudian
fitnah berkembang dan berlangsung selama 5 tahun termasuk masa perode Al_Hasan menjadi khalifah(*22).
Ash-Shahihaini Bukhari-Muslim menyinggung
bahwa kedua pihak dalam perang besar itu
masing-masing pihak sama-sama mengaku benar dan Rasulullah Saw pernah menyinggungnya dalam sabda beliau
(Hadis Riwayat Bukhari no. no.- 6588 dan
Muslim no. 5142).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَقْتَتِلَ
فِئَتَانِ عَظِيمَتَانِ يَكُونُ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ دَعْوَتُهُمَا
وَاحِدَةٌ(رواه البخاري 6588 ومسلم( 5142)
“Dari Abu Hurairah,
bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: "Hari kiamat tidak akan terjadi
sebelum dua kelompok besar perang yang sangat besar bunuh membunuh padahal
seruan keduanya satu”(HR Bukhari no.6588 dan Muslim no.5142).
--Fathul-Bari menafsirkan
hadis Bukhati-Muslim di atas ini bahwa
yang dimaksud hadis tersebut ialah Perang Shiffin antara Mu’awiyah melawan
Sayidina Ali r.a. yang sama-sama Islam(*23).
--Tafsir Al-Alusi mengatakan
bahwa semua sahabat itu jujur(adil) kecuali mereka yang membunuh Ali r.a. dan
menurut kaum Mu’azilah yang keluar dari kepemimpinan Ali r.a. adalah fasik.
Tetapi yang benar ialah pendapat jumhur bahwa para pembunuh Usman itu jahat
sama dengan pezina, maling, atau pembohong; Sehingga tidak boleh hukum
disamakan terhadap mereka yang berbuat maksiat berbuat fasik mati dalam keadaan
fasik, jelas mereka pada waktu hidupnya
pernah berbuat fasik jadi tidak ma’shum tidak suci dari dosa dan sifat umum
bahwa ’adalah semua sahabat itu
adil (jujur) tidak berlaku
selama-lamanya(*24).
--Kitab Fadhailu ‘Usman (1h35)
mencatat bahwa menurut Ibnu ‘Abbas bahwa
rombongan yang membunuh Usman wajib dirajam seperti orang Sodom kaum Nabi Luth(*25)
Tercatat riwayat dari Muhammad
bin Sirin bahwa Usman suka shalat malam
dan mengkhatamkan Al-Quran dalam satu shalat. Tercatat pula riwayat bahwa Usman
meninggalkan harta 3,5juta dirham dan 550 000 dinar serta 1000 ekor onta
kemudian dirampok orang-orang yang
membunuh Khalifah Usman.
Dapat ditambah disini bahwa Usman dlantik menjadi khalifah tg. 1
Muharram 24H terbunuh pada hari Jum’at bakda ’Ashar 12 Dzulhijjah 36 H dimakamkan malem Sabtu
setelah Maghrib di pemakaman Bani Umayyah menjabat selama 12 tahun kurang 12
hari dalam usia 82 tahun (riwayat lain mengatakan 75 tahun).
--Kitab Tarikhu Dimasqo
(39h360) mencatat bahwa yang mengepung rumah Usman ada 600 orang diipimpin oleh
’Abdurrahan bin ’Addis al-Balwa, Kinanah bin Bisyr, ’Amr ibnul Hamqi
al-Khuza’i, yang dari Kufah 200 orang dikomandani oleh Asytar an-Nakha’i, dari
Basrah 100 orang d bawah komando Hakim bin Jabalah al-’Addi(*26).
Dari beberapa pendapat dan
pandangan di atas dapat kita perhatikan
beberapa hal sebagai berikut:
Orang yang dijamin ma’shum artinya suci dari salah dan dosa hanya para nabi dan
rasul, Para nabi dan rasul, khususnya junjungan
kita Nabi Besar Muhammad Saw adalah ma’shum suci dari noda dan dosa, sebab
sepenuhnya beliau dijaga oleh Allah seluruh gerak perbuatannya, jika salah oleh
Allah diluruskan, jika lupa diingatkan, jika tidak mengerti pertanyaannya dijawab oleh Allah.
Sebetulnya sahabat itu dijamin kejujurannya (’adalah),
memang para sahabat itu mempunyai kelebihan di atas para tabi’in dan generasi
sesudah tabi’in, sebab para sahabat itu selalu dijaga oleh Rasulullah Saw
diawasi, diluruskan dan dijawab apa yang dipertanyakan, sehingga timbul
pernilaian ’Adalahatus shahabat, artinya para sahabat itu dapat dipercaya.
Akan tetapi Al-Alusi dalam
tafsirnya (9h267) menyatakan bahwa
setiap manusa itu tidak sempurna dan tidak bersih dari lupa dan salah,
sehingga Al-Alusi mengatakan bahwa jaminan dan sifat ’Adalatush-shahabah itu tidak bersifat tetap
atau tidak permanen artinya dapat diduga
keras mereka itupun juga pernah,
sewaktu-waktu dapat terlupa atau
terlanjur berbuat salah (*27).
@ Pada kitab Fadhailu Utsman mencatat wafat Usman hari Jum’at 16
Dzulhijjah th.35 berlangsungnya fitnah ada 5tahun, termasuk periode Al-Hasan.
Pada halaman lain tercatat bahwa ‘Amrah binti Artha`ah
bersama ‘Aisyah saat terbunuhnya Usman melihat Al-Quran yang berlumuran darah
Usman detik-detik ketika beliau terbunuh sedang membaca Al-Quran (*28).
Shahih ibnu Hibban menyalahkan Mu’awiyah melawan Ali r.a. sebagai khalifah; namun Mu’awiyah menyatakan bahwa dirinya bukan membunuh Ali r.a.
tetapi meminta qishash segera
dlaksanakan, sebaliknya ‘Ali mengakui hak DAM Mu’awiyah itu tetapi
pelaksanaanya tunggu dulu(*29) Perang Shffin pernah diramalkan oleh Rasulullah
Saw yaitu dalam hadis Bukhari no.65888 atau Muslim no.5142 di atas.
.@Fathul-Bari menafsirkan
hadis Bukhari no.6588 ini bahwa dua
golongan yang bunuh membunuh itu ialah mereka yang berperang di Shiffin antara
Mu’awiyah melawan S. Ali r.a. yang
sama-sama Islam mengaku pihaknya benar(*30).
Meneliti jalannya proses pembunuhan
khalifah Usman tercatat data perbuatan zalim, kejam, kasar, tidak
berprikemanusiaan oleh rombongan pembunuh yaitu menarik keras jenggot
Khalifah-Kepala Negara, orang yang sudah tua umur 82 tahun, yang menjabat
selama 12 tahun, sedang membaca Alquran, tepat habis shalat ‘Ashar, dilakukan
oleh orang-orang yang masih muda, sungguh tidak sopan. Melihat hal ini siapa
yang berlunak hati toleran, tidak tersinggung perasaanya???
Demikian juga terjadinya proses
perjanjian perdamaian, baru sebagian
dilakukan pelaksaannya, tiba-tiba perunding pihak Mu’awiyah melakukan
pengkhianatan dan menghancurkan perjanjian perdamaian, dengan sesuka hatinya
mengangkat Mu’awiyah tinggi-tinggi sekaligus mencampakkan Sayidina ‘Ali
r.a. apa mau dikata??? Akibatnya kelompok Khawarij lebih mementahkan seluruh
masalah dengan rencana membunuh semua
orang yang ikut dalam perjanjian perdamaian dan berhasil membunuh ’Ali r.a.
sebagai Khalifah-Amirul mu`minin yang juga menjadi kepala negara bahkan tengah
berlanngsung bulan Ramadhan tanggal 17 th 40H.
@ Metode atau jalan keluar dari kemelut umat
Dispekulasikan jalan yang dapat ditempuh
untuk mengatasi atau menyelesaikan perselisihan yang kecil sampai yang sangat
besar kiranya ialah dengan cara memilih dan mengunggulkan prioritas pertama mendahulukan kebenaran dan ketaatan oleh
pribadi yang bersengketa, artinya
memenangkan nomer pertama mengalahkan nomer berikutnya tertib-urut asas prioritas dalam skala prioritas memegang
Kebenaran dan melakukan.
Pertama:Skala prioritas
kebenaran
Skala prioritas kebenaran secara
sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pengetahuan indrawi merupakan kebenaran yang paling awal, paling sederhana
dan paling lemah.
ii. Teori, yaitu dari
kebenaran yang indrawi ditingkatkan melalui ilmu metodologi riset, kebenaran
yang terbatas diujikan dan diterapkan atas sampel yang representatip hasilnya
kebenaran yang berlaku secara luas dan umum.
Filsafat, dari teori
dikembangkan secara teratur, sistematis, bebas, radikal, universal,
kebenarannya berlaku atau diakui dalam wilayah yang sangat luas dan waktu
yang lama sekali.
Dari kebenran no.i sampai no.
iii ini maka dapat disusun skala prioritas
sebaga berikut:
Kebenaran yang diakui oleh
jumlah yang banyak mengalahkan yang diakui oleh jumlah yang sedikit.
Kebenaran yang diakui secara
luas mengalahkan kebenaran yang diakui di satu tempat yang lebih sempit.
Kebenaran yang diakui lebih
lama mengalahkan kebenaran yang berlaku
hanya sebentar.
iv.Wahyu merupakan pelimpahan
ilmu dari Allah, maka kebenarannya adalah mutlak mengalahkan ilmu filsafat,
teori dan pengetahuan indrawi. Sebab manusia sebagai makhluk itu tidak mutlak, ilmunya bersifat
relatip, sementara, hipotetis sewaktu-waktu dapat terjadi kesalahan atau lupa
yang harus diluruskan.
Secara Islami berdasarkan Al-Quran S.4
An-Nisa`59 dan hadis HR Turmudzi no.1249, skala prioritas kebenaran dilihat dari sumbernya yang paling tinggi
kebenarannya ialah llmu Allah, kedua ialah Ilmu dari Nabi Saw dan ketiga ijtihad
akal. Dengan kata lain Al-Quran mengalahkan Hadis dan ijtihad, Hadis
mengalahkan ijtihad akal, sebaliknya ijtihad tidak dapat mengalahkan hadis dan
Al-Quran, hadis sendiri tidak dapat mengalahkan Al-Quran.
Kebenaran dari Al-Quran masih
bertingkat, yang Muhkan, Qath’iyud-Dalalah mengalahkan yang Mutasyabih,
Zhanniyyud Dalalah artinya yang paling jelas paling tegas, mengalahkan yang
kurang jelas. Abu Zahrah mengajukan rumusan sangat rinci dan mendalam soal
tingkat-tingkat skala prioritas ayat Al-Quran itu ada 8 tingkat(*31).
Dalam hal hadis maka tingkat Mutawatir
mengalahkan yang Ahad, yang belakangan(Nasikh) mengalahkan yang lebih dahulu
(Mansukh), yang Khash (ada pengecualian) mengalahkan yang ’Am (terlalu
umum). Secara rinci dan mendalam sudah
disusun rumusannya oleh para ulama cara memilih dan menelusuri skala priortas
kebenaran melalui prioritas sumber
yang dimenangkan dan mengalahkan hadis
atau riwayat yang lemah, dalam hal ini
dapat dipertajam lebih menukik sangat rumit sekali melalui apa yang ditulis
para ulama, mana yang dimenangkan mana yang dikalahkan, yaitu ditulis oleh:
~ Al-Ghazali dalam kitabnya
Al-Mustashfa (1971;524) menunjuk ada 42 segi yang harus dipertandingkan antara
dua macam hadis yang diteliti Shahih tidaknya (*32).
~ Ar-Razi dalam kitabnya
Al-Mah}shul fi ‘Ilmil Ushul (1979:ii \ 552) mengemukakan 100 segi yang harus
diadu kekuatan hukum antar riwayat masing-masing hadis yang dipertandingkan(*33).
~ Al-’Amidi dalam kitabnya
Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam mengajukan 117 segi yang harus diadu kekuatan
hukumnya dari tiap-tiap hadis yang dipertandingkan.
~ Asy-Syaukani dalam Irsyadul
Fuhul (1937;276) mengajukan 153 segi yang harus diadu kekuatan hukumnya atas
tiap hadis yang akan dinilai (*34).
Skala Priortas Ketaatan
Skala prioritas ketaatan sangat
terkait dengan tebal tipisnya iman, maka secara syar’i orang yang beriman itu menundukkan nafsu dirinya, sesuai dengan sekala prioritas
dalam Al-Quran S.4 An-Nisa` 59 dan hadis Turmudzi no.1249 berkut, yaitu:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا-(1)- أَطِيعُوا
اللَّهَ –(2)-وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ-3)- وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ –
(4))-فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ
كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
تَأْوِيلًا (النساء59)
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman,(i) ta`atilah Allah dan (ii) ta`atilah Rasul (Nya), dan(iii) ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia (iv)kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”(S.4 An-Nisa`59).
عَنْ مُعَاذٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا
إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ كَيْفَ َقْضِي
I)) فَقَالَ أَقْضِي بِمَا
فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ
(II)
قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
(III) قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي
وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه الرمذي
1249 وابوداود3119)
Aerinya: “Dari Mu’adz bahwa
Rasulullah Saw.yelah mengutus Mu’adz ke Yaman. Beliau bertanya: “Bagaimana anda
menetapkan masalah” Mu’adz menjawab
(i)) “Dengan Kitab Allah”
Beliau bertanya: “Jika dalam Al-Quran tidak ada? Dia menjawab:”Dengan
(ii)Sunnah Rasulillah Saw. Beliau bertanya:
“Jika tidak ada dalam Sunnah? Dia menjawab:
(iii)“Aku berijtihad dengan pendapatku” Beliau
bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menepatkan utusan Rasulullah
Saw.”(HR Turmudzi no.1249 dan Abu Dawud
no.3119).
Para ulama Fiqh membuat skala
priortas apa yang harus diutamakan dalam menajalankan pekerjaan apa saja, yatu:
I.Wajib. II. Sunat. III.
Mubah. IV. Makruh.V. Haram.
Orang beriman yang benar
akan melaksanakan kebenaran dan ketaatannya sesuai dengan skala prioritas itu
kepada Allah, kepada Rasulullah Saw
mengalahkan selain Allah dan Rasulullah Saw sebaliknya tidak mengunggulkan
orang biasa mengalahkan ketaan kepada Allah dan Rasulullah.
Terjadinya bunuh membunuh atau perang
oleh orang Islam melawan orang Islam disebabkan karena yang bersangkutan lebih
mengunggulkan nomer bawah mengalahkan nomer pertama, lebih mengutamakan
ketaatan kepada hawa nafsu diri sendiri melecehkan ketaatan kepada Allah dan
Rasulullah Saw.
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ
أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ
وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا
عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Internet:http://pondokquranhadis.wordpress.com Email:pondokilmu7@gmail.com
Internet:http://imam-muchlas.blogspot.com, Email:h.imam.muchlas.@gmail.com
Footnotes
(*1) Kitab Al-Isti’ab, Juz
1,halaman 425.
(*2) Tadzkiratul Maudhu’at,
J.1, h.107.
(*3) Al-Muhib ath-Thabari, Ar_Riyadhun Nadhrah, ,J.1,h.240 http://www.alwarraq.com
(*4) Ibnu Hajar, Lisanul Mizan,
J.2,h.162, http;//alwaraq.com.
(*5) Ibnu Abi Hatim. Tafsr
J.8,h.247,http://www.ahlalhdeeth.com
(*6) Na’im bin Hammad,
AlFitan j.1,h.105.
(*7)Ibnu Sa’ad, Ath-Thaqatul
Kubra J.3h72, http://www. alwarraq.com
(*8) Ibid. J.3,h.73
(*9) Ibid
(*10) Ihsan ’Abbas, Kitab
Wafayatul A’yan (7h195), http://www.alwarraq.com.
(*11) Abu ’Isa Muhammad, Adhwa`ul Bayan, Tahqiq Al-Albani, (7h169)
(*12) Bukhari, At-Tarikhush Shaghir (1h102)
(*13)Al-Maimuni, Kitab Simthun Nujum (1h486), http://www.alwarraq.com
(*14) Adz-Dzahabi, Al’Ibar
fi Khabari Man Ghabar (1h7) (http://www.alwarraq.co ).
(*15) Harun Nasution Prof.DR, Akal&Wahyu (UIpres 1986:37)
(*16) Ibid.
(*17) An-Nihayah fi Gharibil Hadits, J5h228,
(*18) An-Nihayah Ibid; Ibnul
Manzhur, Lisanul ’Arab, J15h410;
(*19) Harun Nasution, Loc.cid
(*20) Al-Alusi, Ruhul Ma’ani, 9h267, http://www.altafsir.com
(*21) Bukhari, At-Tarikhush Shaghir Loc.cid(1h102)
(*22) Fadhailul Utsman,
(*23)Al-’Asqalani,Fathul-Bari
http://www.al-islam.com.
(*24) Al-Alusi, Ruhul Ma’ani
(9h267) http://www.altafsir.com
(*25) Fadhailul Utsman (1h71). http://www.alsunnah.com
(*26) ) Ibnu ’Asakir,
Tarikhu Dimasqo (39h360), http://www.alhadeeth.com
(*27) Al-Alusi, Ruhul Ma’ani (9h267) http://www.altafsir.com
(*28) Fadhailu-Utsman (1h71)
http://www.alsunnah.com
(*29) Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban (3h145)
(*30) Al-’Asqalani, Fathul-Bari , J.10h410,http://www.alislam.com
(*31) Abu Zahrah, Ushulul Fiqh
(tth.90
*32) Al-Ghazali, Al-Mushtashfa, (1971;524) http://www.al-islam.com
(*33)~ Ar-Razi, Al-Mahshul (1979:ii \ 552)
(*34)Asy-Syaukani , Irsyadul Fuhl (1937;276)
0 komentar:
Posting Komentar